Perkembangan
Fisik Anak Selama Masa Prasekolah
Pada masa
prasekolah atau masa pra-operasional pertumbuhan fisik cenderung lambat
dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan selama masa bayi. Namun, meskipun
megalami perlambatan , keterampilan motorik kasar dan motorik halus justru
berkembang pesat. Perkembagan Fisik meliputi tinggi dan berat badan,
perkembangan otak, dan perkembangan motorik.
·
Tinggi
dan berat badan
Menurut Mussen, Conger & Kagan (Desmita, 2005:128)
selama masa prasekolah, tinggi rata-rata anak bertambah 2.5 inci dan berat
bertambah antara 2,5 hingga 3,5 kg setiap tahunnya. Pada usia 3 tahun, tinggi
anak mencapai 38 inci dan beratnya 16,5 kg. Pada usia 5 tahun mencapai 43,6
inci dan beratnya 21,5 kg. Pada masa pertumbuhan di usia prasekolah tubuh
mereka akan semakin tinggi sedangkan berat badan akan berkurang.
·
Perkembangan
otak
Perkembangan fisik yang sangat penting adalah
perkembangan otak dan system saraf yang berkelanjutan. Pertumbuhan otak
disebabkan oleh bertambahnya jumlah dan ukuran urat saraf dalam otak. Selain
itu, bertambahnya ukuran otak juga disebabkan oleh myelination, yaitu suatu proses dimana sel-sel urat saraf ditutup
dan di sekat oleh lapisan lemak.Pertumbuhan otak tidak sepesat ketika masa
bayi. Pada usia 2 tahun ukuran otak bayi
rata-rata 75% dari otak dewasa, dan pada usia 5 tahun, ukuran otak bertambah
hingga mencapai 90% dari otak dewasa (Yeterian & Pandya. Desmita,
2005:128).
·
Perkembangan
Motorik
Perkembangan motorik adalah salah satu tanda perkembangan fisik anak
masa prasekolah. Ada dua perkembangan motorik, yatu motorik kasar dan motorik halus.
Pada masa ini anak akan belajar dan melatih diri agar dapat melakukan
tindakan-tindakan tertentu secara akurat. Misalnya: menyeimbangkan badan,
berlari, membuat lingkaran atau melukis.
Pemikiran
simbolik dan semiotik
Pemikiran simbolik (symbolic thought) disebut juga dengan subtahap
prakonseptual, karena karakteristik utamanya ditandai
dengan munculnya sistem-sistem lambang atau simbol, seperti bahasa. Subtahap
prakonseptual merupakan subtahap pemikiran praoperasional yang terjadi
kira-kira antara 2- 4 tahun. Pada subtahap ini, anak-anak mengembangkan
kemampuan untuk menggambarkan atau membayangkan secara mental suatu objek yang
tidak ada (tidak terlihat) dengan suatu yang lain. Misalnya, pisau yang terbuat
dari plastik adalah sesuatu yang nyata, mewakili pisau yang sesungguhnya. Kata
pisau sendiri bisa mewakili sesuatu yang abstrak, seperti bentuknya atau
tajamnya. Demikian pula tulisan “pisau” akan memberikan tanggapan tertentu.
Dengan berkembangnya kemampuan mensimbolisasikan ini, maka anak-anak memperluas
ruang lingkup aktivitasnya yang menyangkut hal-hal yanag sudah lewat, atau
hal-hal yang akan datang, atau juga hal-hal yang sekarang.
Kemunculan
pemikiran simbolis pada subtahap praoperasional ini dianggap sebagai pencapaian
kognitif yang paling penting. Melalui pemikiran simbolis, anak-anak prasekolah
dapat mengorganisir dan memproses apa yang mereka ketahui. Anak-anak akan
dengan mudah dapat mengingat kembali dan membandingkan objek-objek dan
pengalaman-pengalaman yang diperolehnya jika objek dan pengalaman tersebut
mempunyai nama dan konsep yang dapat menggambarkan karakteristiknya.
Simbol-simbol juga membantu anak mengkomunikasikan anak-anak kepada orang lain
tentang apa yang mereka ketahui, sekalipun dalam situasi yang jauh berbeda
dengan pengalamannya sendiri.
Komunikasi yang
didasarkan atas pengalaman pribadi akan membantu perkembangan
hubungan sosial diantara anak-anak. Disamping itu, komunikasi juga membantu
perkembangan kognitif apabila anak-anak dibiarkan belajar dari pengalaman orang
lain. Singkatnya komunikasi memungkinkan individu untuk belajar dari
simbol-simbol yang diperoleh dari pengalaman orang lain (Seifert &
Hoffnung, 1994).
Dengan demikian,
dalam subtahap prakonseptual, kemunculan fungsi simbolis ditunjukkan dengan
perkembangan bahasa yang cepat, permainan imajinatif, dan peningkatan dalam
peniruan. Percepatan perkembangan bahasa dalam fase prakonseptual dianggap
sebagai hasil perkembangan simbolisasi. Ketika penggunaan simbol bahasa
dimulai, maka terjadi peningkatan kemampuan dalam memecahkan masalah dan
belajar dari kata-kata lain.
Perolehan Bahasa
Perolehan
bahasa
(language acquisition)
adalah proses manusia
mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman
dan komunikasi. Kapasitas ini melibatkan berbagai kemampuan seperti sintaksis, fonetik, dan kosakata yang
luas. Bahasa
yang diperoleh bisa berupa vokal seperti pada bahasa
lisan atau manual seperti pada bahasa
isyarat. Pemerolehan bahasa biasanya merujuk pada pemerolehan bahasa
pertama yang mengkaji pemerolehan anak terhadap bahasa ibu
mereka.
Perkembangan
Bahasa anak menurut Darjowidjojo (Tarigan dkk.,1998.,dalam Faisal dkk, 2009:2-16)
mengungkapkan bahwa pemerolehan bahasa anak itu tidaklah tiba-tiba atau
sekaligus, tetapi bertahap. Faktor –faktor yang mempengaruhi perolehan bahasa
antara lain:
a. Umur
Anak
Biasanya
semakin bertambahnya usia seseorang, maka akan semakin matang pula pertumbuhan
fisiknya. Begitu pula dengan bahasanya, bahasa seseorang akan bertambah seiring
dengan berkembangnya fisik dan pengalaman seseorang. Saat masih kecil,
anak hanya dapat mengucapkan kata
sederhan, namun setelah usianya semakin bertambah, anak mulai bisa mengucapkan
kata-kata yang lebih.
b. Kondisi
Lingkungan
Lingkungan
memiliki peran yang besar dalam perkembangan bahasa anak. Biasanya, anak di
perkotaan akan lebih cepat berkembang bahasanya dari pada didesa terpencil. Hal
ini disebabkan karena anak mendapatkan rangsangan berbicara lebih banyak
daripada di desa.
c. Kecerdasan
Anak
Kecepatan
meniru, anak dalam memperoduksi pembendaharaan kata-kata yang diingat,
kemampuan menyusun kalimat, memahami, dan menangkap maksud suatu pernyataan,
amat dipengaruhi oleh kecerdasan seorang anak. Anak cerdas akan berkembang
lebih cepat dari anak biasa-biasa
d. Setatus
Sosial dan Ekonomi Keluarga
Misanya,
pada anak yang hidup pada keluarga bangsawan, dari cara bicaranya biasanya
lebih sopan daripada orang biasa.
e. Kondisi
Fisik
Seseorang
yang kondisi fisiknya bagus atau baik akan lebih cepat perkembangannya daripada
seseorang yang dalam kondisi cacat seperti bisu, tuli, gagap atau organ
suaranya terganggu.
Seiring dengan
kemunculan pemikiran simbolis, anak-anak mengalami perkembangan bahasa yang
pesat. Perkembangan bahasa yang pesat ini dianggap sebagai hasil perkembangan
simbolisasi. Dengan demikian pada masa ini anak-anak telah mengalami sejumlah
nama-nama dan hubungan antara simbol-simbol. Ia juga dapat membedakan
benda-benda disekitarnya serta melihat hubungan fungsional antara benda-benda
tersebut.
Disamping itu, pada masa ini
penguasaan kosakata anak juga meningkat pesat. Anak mengucapkan kalimat yang
makin panjang dan makin bagus. Anak-anak mulai menyatakan pendapatnya dengan
kalimat majemuk. Sekali-kali ia menggunakan kata perangkai, akhirnya timbul
anak kalimat. Schaerlaekens (1977), membedakan perkembangan bahasa pada masa
awal anak-anak ini atas tiga, yaitu (a) periode pra-lingual atau periode kalimat satu kata
(holophrase) yaitu kemampuan anak untuk membuat kalimat yang hanya terdiri dari
satu kata yang mengandung pengertian secara menyeluruh dalam suatu pembicaraan.
Misalnya, anak mengatakan ”ibu”. Hal ini dapat berarti: ”ibu tolong saya”, ”itu
ibu”, ”ibu ke sini”. (b) periode lingual-awal
atau periode kalimat dua kata yaitu periode perkembangan bahasa yang ditandai
dengan kemampuan anak membuat kalimat dua kata sebagai ungkapan komunikasi
dengan orang lain. Bahasa kalimatnya belum sempurna karena tidak sesuai dengan
susunan kalimat Subyek (S), Predikat (P) dan Obyek (O). Misalnya, kakak jatuh,
lihat gambar. dan (c) periode differensiasi
atau periode kalimat lebih dari dua kata yaitu periode perkembangan bahasa yang
ditandai dengan kemampuan anak untuk membuat kalimat secara sempurnasesuai
dengan susunan S-P-O. Kemampuan ini membuat anak mampu berkomunikasi aktif
dengan orang lain. Pada tahap ini terjadi perubahan cara pandang. Anak sudah
memahami pemikiran dan perasaan orang lain dan mengakibatkan berkurangnya sifat
egois anak. Misal: ”Saya makan nasi”. Dengan perkembangan bahasa seperti ini,
anak-anak pada masa prasekolah sebenarnya sudah mampu membaca. Hal ini
diperkuat oleh dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Reni Akbar Hawari
(2001), ternyata 46,67% anak mampu membaca pada usia 5 tahun, 34,33% pada usia
6 tahun, dan hanya 4,49% pada usia 7 tahun.
Pada mulanya perkembangan bahasa anak-anak
selama masa prasekolah bersifat egosentris, yaitu bentuk bahasa yang lebih
menonjolkan diri sendiri, berkisar pada minat, keluarga dan miliknya sendiri.
Menjelang akhir masa anak-anak awal, percakapan anak-anak berangsur-angsur
berkembang menjadi bahasa sosial. Bahasa sosial di pergunakan untuk
berhubungan, bertukar pikiran dan mempengaruhi orang lain. Bentuk bahasa yang
digunakan sering berupa pengaduan
ataupun keluhan, komentar buruk, kritikan, dan pertanyaan. Ketika bahasa
anak-anak berubah dari bahasa yang bersifat egosentris ke bahasa sosial, maka
terjadi penyatuan antara bahasa dan pikiran. Penyatuan antara bahasa dan
pikiran ini sangat penting bagi pembentukan struktur mental atau kognitif anak.